ACEHTREND.CO, Banda Aceh- Sidang Kaukus Pembangunan Berkelanjutan Aceh ke V, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) akan kupas Rancangan pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Hijau Aceh Hebat.

Sidang yang dihadiri inisiator kaukus dan juga seluruh anggota DPRA dilaksanakan Jumat (19/1/2018) di Ruang Sidang Utama DPR Aceh. Sidang kaukus ini bertemakan “Menuju Aceh Hebat dalam bingkai RPJMA Hijau”, juga menghadirkan narasumber Ir. Sarwono Kusumaatmadja, mantan Menteri Lingkugan Hidup tahun 1993-1998.

Chairman Kaukus Pembangunan Berkelanjutan Aceh yang  juga Wakil Ketua DPR Aceh, Teuku Irwan Djohan mengatakan sidang kaukus ini untuk mengupas RPJM Hijau Aceh Hebat, yaitu mengutamakan perencanaaan pembangunan berkelanjutan dengan menempatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dan sumber daya alam sebagai bahan pertimbangan.

“Secara umu terdapat misi sangat besar memberikan konsep Aceh green (2017-2022). Menuju Aceh Hebat dengan tidak mengesampingkan konsep hijau dalam RPJMA, ini untuk menjaga keseimbangan dalam pembangunan Aceh lima tahun ke depan dalam bidang ekonomi, social, politik serta lingkungan,” ujar Teuku irwan Djohan.

Tambahnya lagi, konsep hijau ini, harus mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dan SDA dalam setiap proses pembangunan. Terlebih, kualitas alam Aceh kini kian menurun dengan tekanan aktivitas manusia dan pembangunan, seperti pertambangan, pengrusakan lingkungan, perambahan hutan maupun pembalakan liar. “Selama ini, konsep keberlanjutan belum jadi pertimbangan dalam pembangunan,” timpalnya.

Untuk itu, lanjut Irwan Djohan, seperti diamanatkan oleh UUD 45 yang tertuang dalam PAsal 33 ayat (4) dan juga mandat dari UUPA No.11 Tahun 2006 yang secara jelas menempatkan visi keberlanjutan, khususnya pada pasal-pasal di dalam BAB XX tentang konsep pembangunan. 

Pembangunan berkelanjutan merupakan upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi kedalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. (Pasal 1 Point 3 -UU 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).

“Sidang Kaukus Pembangunan Berkelanjutan Aceh ke V ini akan mengulas konsep-konsep pembangunan Aceh green dan bersinergi dengan RPJMA pemerintah Aceh untuk lima tahun ke depan,” tuturnya.

Dalam RPJMA, pemerintah mesti mengatur tata pengelolaan hutan, perrlindungan Kawasan Ekosistem Leuser dan menjaga hutan Aceh.

“Data yang dikeluarkan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Aceh dalam Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Aceh 2016, menunjukkan luas tutupan hutan Aceh tersisa 2016 hanya 3.029.256 hektar. Sementara Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) di ACeh tersisa sekitar 2,255 juta hektar, dan dari total tersebut antara tahun 2015-2016 terjadi pengrusakan atau deforetasi sebesar 21.060 hektar,” jelas Irwan Djohan.

Untuk itu, pinta Irwan Djohan, sidang kaukus ini dapat menghasilkan suatu kesepakatan dan konsep dalam pembangunan berkelanjutan Aceh.

“Hasil sidang kaukus ini dapat memberikan input dalam pembangunan berkelanjutan Aceh ke depan, konsep Aceh Green mesti digalakkan kembali untuk menjaga, merawat dan melestarikan hutan di Aceh dan juga sinkronisasi RPJMA dengan konsep berkelanjutan Aceh bisa berjalan seiring,” pungkas Irwan Djohan.

Selama lebih kurang 3 abad, Aceh telah mengalami konflik disusul oleh berbagai bencana besar Tsunami hingga banjir dan kekeringan yang walaupun dalam skala kecil namun hampir setiap tahun terjadi. Di tahun 2005 Bank Dunia menghitung bahwa kerusakan infrastruktur dan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh Tsunami di Aceh mencapai 5 milyar dollar. Kejadian besar ini tentunya telah merubah tatanan ekonomi, sosial dan politik Aceh dan berkontribusi dalam menghambat proses pembangunan di Aceh.

Untuk mengejar ketertinggalan dalam pembangunannya ini, Aceh membutuhkan upaya sadar dan terencana, memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan.

Untuk itu diperlukan keterlibatan anggota legislative terhadap permasalah pembangunan di Aceh, Hampir semua kebijakan publik yang dihasilkan saat ini harus mendapatkan persetujuan dan pertimbangan dewan terlebih dahulu. Namun, hingga saat ini peran yang sangat penting ini sering dinomor duakan dan kurang diperhatikan oleh banyak pihak. ini dibuktikan dari hasil survey yang dilakukan Aceh Climate Change Initiative (ACCI) – Universitas Syiah Kuala di tahun 2014, bahwa parlemen Aceh termasuk kelompok yang ditinggalkan dalam komunikasi publik oleh berbagai organisasi masyarakat sipil.

Oleh karena itu, Aceh Climate Change Initiative (ACCI) – Unsyiah memilih peran untuk menutup jurang komunikasi antar komponen masyarakat sipil dan pihak legislative tersebut dengan menggagas terbentuknya Kaukus pembangunan berkelanjutan di parlemen Aceh sebagai instrumennya. Untuk mewujudkan kaukus, sejak sebelum pemilu legislative tahun 2014 ACCI – Unsyiah telah membangun komunikasi dengan partai politik baik lokal maupun nasional, selanjutnya secara intensif komunikasi ini juga dilakukan dengan para pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) periode 2014-2019 pada tanggal 21 Januari 2015 di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Aceh.

Pasca pertemuan dengan pimpinan tersebut, pada tanggal 13 April 2015 di kantor ACCI – Unsyiah dibahas mekanisme dan cara kerja kaukus dihadiri oleh beberapa unsur pimpinan dan beberapa perwakilan anggota DPRA di antaranta Teuku Irwan Djohan, Kautsar M. Yus, H. Muhammad Amru, Ramadhana Lubis, Bardan Sahidi, Sulaiman Ary, Darmawan, H. Jamidin Hamdani, Abdurrahman Ahmad, Hj. Fatimah, Kartini Ibrahim, dan juga pihak akademisi Mawardi ismail. Dari hasil pertemuan tersebut para inisiator menyepakati terbentuknya 5 (orang) tim inti kaukus yang beranggotakan Teuku Irwan Djohan, Kautsar, Ramdhana Lubis, H. Muhammad Amru, dan Bardan Sahidi, mantan politisi senior sekaligus ahli hukum tata Negara – Unsyiahh, Mawardi Ismail diminta menjadi penasehat kaukus. 

Pemilihan chairman kaukus dilakukan pada tanggal 29 April 2015, para inisiator secara aklamasi meminta Teuku Irwan Djohan untuk menjabat sebagai chairman kaukus periode yang pertama, untuk masa jabatannya sendiri Teuku irwan Djohan mengusulkan masa jabatannya hanya 6 bulan. Namun dengan mempertimbangkan terlalu cepat untuk sebuah kepengurusan, maka disepakati masa jabatan sebagai chairman kaukus selama 1 (satu) tahun dan pemilihan chairman baru kaukus akan dipilih kembali dari para anggota kaukus yang lain. 

Peluncuran Kaukus Pembangunan Berkelanjutan Aceh pada tanggal 15 juni 2015 di Hotel Hermes Banda Aceh. Prof Emil Salim sebagai Keynote Speaker bersama para inisiator turut mendatangani deklarasi solidaritas lintas generasi yang menandai diluncurkannya kaukus Pembangunan Berkelanjutan Aceh. 

 

Sumber : https://www.acehtrend.com/news/sidang-kaukus-pembangunan-berkelanjutan-aceh-v-dpra-kupas-rpjm-hijau-aceh-hebat/index.html

 

Categories:

Tags:

Comments are closed