Banda Aceh, 24 September 2024 – Pusat Riset Perubahan Iklim Universitas Syiah Kuala, bekerja sama dengan Perkumpulan Pembela Lingkungan Hidup (P2LH), menggelar diskusi penting mengenai penerapan Qanun No. 4 Tahun 2019 tentang Rencana Umum Energi Aceh (RUEA). Kegiatan ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam upaya Aceh dalam mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan menggantinya dengan energi baru terbarukan yang lebih ramah lingkungan.

Diskusi dimulai dengan pemaparan mengenai ketergantungan Aceh terhadap bahan bakar fosil yang masih dominan sebagai sumber energi utama. Para peserta sepakat bahwa penggunaan energi fosil memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap ekosistem lokal dan memperburuk perubahan iklim global. Hal ini semakin dikhawatirkan karena banyaknya proyek energi bersih yang berada di kawasan sensitif, seperti Kawasan Ekosistem Leuser dan Ekosistem Ulu Masen. Data awal yang diperoleh dari P2LH menunjukkan adanya banyak titik lokasi proyek energi bersih yang berpotensi mengancam keberlanjutan ekosistem tersebut.

Menurut Forest Watch Indonesia (FWI), Provinsi Aceh memiliki potensi besar untuk pengembangan energi terbarukan. Aceh kaya akan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk produksi energi, seperti panas bumi, air, surya, angin, biomassa, dan pasang surut. Beberapa potensi energi yang ditemukan di Aceh antara lain:

  • Potensi Energi Air: Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dapat memanfaatkan potensi air di Aceh sebesar 2.862,8 MW.
  • Potensi Energi Mikrohidro: PLTMH berpotensi menghasilkan 194,517 MW, dengan tersebar di 15 kabupaten/kota.
  • Potensi Panas Bumi: Terdapat 17 lokasi dengan kapasitas 1.115 MW yang tersebar di sembilan kabupaten/kota.

Dengan potensi besar ini, Aceh memiliki peluang untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan beralih ke sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Sebagai lembaga yang fokus pada penelitian perubahan iklim, Pusat Riset Perubahan Iklim Universitas Syiah Kuala mendukung kebijakan dan program-program yang berkaitan dengan energi terbarukan dan perubahan iklim di Aceh. Dalam kajian-kajian yang dilakukan.

Melalui kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk P2LH dan Pemerintah Provinsi Aceh, Pusat Riset Perubahan Iklim Universitas Syiah Kuala berharap dapat berkontribusi dalam pencapaian target energi terbarukan di Aceh, serta menciptakan kesadaran yang lebih luas mengenai pentingnya transisi energi dalam menghadapi tantangan perubahan iklim global. Yang harus dikawal, Jangan sampai transisi EBT ini jadi “solusi palsu’ penurunan emisi.”

 

Oleh : Ir. Suraiya Kamaruzzaman, S.T, L.LM, M.T

 

Pertemuan dilakukan di Kantor ACCI Aceh

Categories:

Tags:

Comments are closed