Kedua negara perkuat komitmen hadapi perubahan iklim

Indonesia-Jamaika memperingati 40 tahun hubungan diplomatik pada 17 Desember 2021. KBRI Havana bekerja sama dengan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh dan University of West Indies, Jamaika menyelenggarakan Virtual Discussion on Climate Change Indonesia–Jamaika pada Rabu (12/01/2022).

Diskusi virtual untuk isu perubahan iklim Indonesia-Jamaika, yang baru pertama kali digelar, dibuka secara resmi oleh Wakil Menteri Luar Negeri, Mahendra Siregar. Dalam sambutannya, Mahendra menyampaikan bahwa Indonesia-Jamaika sejatinya merupakan natural partners untuk isu perubahan iklim, karena keduanya merupakan negara kepulauan.

“Indonesia rentan terhadap efek dari perubahan iklim. Karena itu, Indonesia fokus pada adaptasi dan aksi mitigasi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan dampak bencana hidrometereologi,” kata Siregar, dikutip dari kemlu.go.id.

1. Indonesia sudah siapkan strategi hadapi perubahan iklim

.

Dalam diskusi tersebut, Duta Besar RI untuk Kuba yang juga merangkap Jamaika, Nana Yuliana, menekankan pentingnya mitigasi, adaptasi, dan edukasi dalam penanggulangan isu perubahan iklim di kedua negara.

Kemudian, Mahendra mengingatkan kembali pesan Presiden Joko “Jokowi” Widodo di pertemuan iklim tahunan di Glasgow tahun lalu.

“Indonesia telah menetapkan target untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen untuk kategori business-as-usual pada tahun 2030 dan dengan dukungan kalangan international sebesar 41 persen. Selain itu, Indonesia juga telah menyampaikan strategi jangka panjang dan ketahanan iklim yang menargetkan net-zero emissions pada tahun 2060,” ujar Mahendra.

  1. Instansi pendidikan siap membantu 

Rektor Universitas Syiah Kuala Samsul Rizal dan Rektor University of West Indies Dale Webber turut menghadiri acara tersebut. Keduanya juga memanfaatkan perayaan ini untuk meningkatkan jaringan antara universitas, sebagai sarana berbagi ilmu pengetahuan dan praktik terbaik untuk menghadirkan narasumber yang kompeten.

Hadir sebagai pembicara adalah Kepala Pusat Penelitian Perubahan Iklim Universitas Syiah Kuala, Suraiya Kamaruzzaman, dan Dekan University of West Indies, Michael Taylor.

Dalam paparannya, Suraiyya fokus pada ancaman, identifikasi masalah, peluang, dan bagaimana Aceh Climate Change Initiative (ACCI) merespons persoalan perubahan iklim di Aceh.

“Aceh sangat terbuka dengan kerja sama dengan University of West Indies untuk isu perubahan iklim. Aceh juga berkontribusi pada target nasional tahun 2030 dari sektor kehutanan dan sektor penggunaan tanah lainnya. Selain itu, rencana aksi mitigasi perubahan iklim juga harus mempertimbangkan lingkungan komunitas masyarakat yang hidup dekat dengan hutan,” ujar Suraiya.

  1. Strategi iklim Jamaika berbasis ilmu pengetahuan

Sementara itu, Taylor menjelaskan, dalam memitigasi perubahan iklim Jamaika fokus pada pendekatan coordinated science.

Hal itu berarti ilmu pengetahuan dijadikan parameter untuk membuat rencana aksi. Rencana itu dapat diimplementasikan sesuai dengan agenda politik. Tujuan dari pendekatan itu adalah untuk memastikan terjadinya ketahanan iklim di Jamaika dan kawasan Karibia lainnya.

Pada akhir diskusi, Dubes Nana menyampaikan bahwa ke depan perlu diadakan pertukaran riset antara Indonesia dan Jamaika. Langkah pertama bisa diawali melalui saling mempelajari jurnal ilmiah dari kedua negara. Selanjutnya, dapat dicari mekanisme yang tepat sehingga knowledge sharing dapat berdaya guna dan efisien.

Dubes Nana juga menyatakan bahwa Indonesia akan menjadi tuan rumah Global Platform on Disaster Risk reduction (GDPRR) 2022. Melalui platform ini, Indonesia kembali menguatkan komitmennya untuk berkontribusi aktif untuk mencari solusi isu-isu global yang menjadi perhatian bersama, termasuk bencana, yang juga dapat disebabkan oleh perubahan iklim.

Sumber: https://www.idntimes.com/news/world/andi-ir/indonesia-jamaika-rayakan-40-tahun-hubungan-diplomatik-c1c2?page=all

Categories:

Tags:

Comments are closed